Sabtu, 28 September 2024

Selamat Tinggal Kenangan Neraka


Nafasku sesak, seperti ada yang menutup lubang pernafasanku. Kuberanikan membuka mata walau hanya ada sedikit celah cahaya, ini sebuah bantal yang menutupi pernafasanku. Teriakanku hanya terkurung diruangan ini, berharap ada sesosok malaikat yang segera menghentikan siksaan ini segera.
Wanita tua berteriak ketakutan, membantu menyingkirkan bantal dan tangan seorang lelaki yang tak memiliki perasaan ini. Aku menyipitkan mata, takut untuk membuka sepenuhnya dan melihat ancaman mati didepanku. Aku berada dipelukan seorang yang penuh dengan kasih sayang ini, aku menangis.
Dia membujukku untuk berhenti menangis dan mengatakan ‘semua akan baik-baik saja’. Aku bahagia saat dia  menghiburku dan mengatakan bahwa aku akan pergi ke sekolah taman kanak-kanak seperti mereka yang sering kulihat lalu lalang di depan jendela kamarku. Wanita tua itu juga mengatakan ‘dewasa kelak aku akan menjadi seorang yang selalu bahagia tanpa air mata dan siksa’, aku tersenyum dan berharap itu nyata.
Kali ini, bukan hanya tak diizinkan untuk menginjakkan kaki dibawah langit, tapi juga tak diizinkan untuk terlihat oleh mereka, terkurung. Aku berharap ada seekor semut yang sudi menemaniku di ruangan luas yang tak memiliki kehidupan ini. Hanya ada benda mati yang tetap diam walau aku tak lagi bernyawa, dan jendela besar yang tak dapat dibuka. Hanya ada satu pintu yang kuncinya pun aku tak tau, serta lubang-lubang kecil yang tak pernah dilewati oleh lalat atau nyamuk sekalipun. Aku benci ruangan ini selebihnya lagi pada jendela besar itu, hanya bisa melihat mereka bermain, bercanda, tertawa, yang membuatku merasa sangat iri hingga berharap mati.
Aku berada disebuah ruangan yang tak pernah kulihat sebelumnya dan seorang malaikat yang sedang membawa nampan dengan makan malam. Dimana aku saat ini aku tak yakin, aku hanya ingat beberapa saat lalu seperti masih siang hari dengan teriknya matahari membakar kulitku. Aku sempat tak sadarkan diri, hanya itu satu-satu nya alasan mengapa aku berada disini.
Malaikat itu menyodorkan nampan padaku yang sedang memikirkan betapa baiknya dia. Ini merupakan makanan terlezat yang pernah aku makan, walau hanya telur dadar dan semangkuk nasi. Pertama kali aku melahap makanan dengan tenang, merasakan betapa lezatnnya sebutir nasi dilidahku. Tak ada suara pecah hempasan piring, bantingan pintu, atau benturan tongkat ke dinding. Tak mampu lagi aku menyuarakan betapa bahagianya aku, berjumpa seorang malaikat yang membawaku lari dari penderitaan.
~R_Hr~